Kupandangi meja disebelahku yang penuh dengan botol-botol aqua, berbagai makanan kecil, dan kantung-kantung plastik yang tak ada isinya.
Kupindahkan semua barang di atas meja keatas laci, lalu kubersihkan meja itu. Kemudia aku mengambil semua berkas dan catatan tentang dari atas dan ke atas meja. Kubaca satu file ini dan memilah-milahnya menjadi beberapa bagian.
Bagian-bagian yang telah terpilah-pilah itu kubaca lagi dengan teliti dan menguraikan isinya di dalam otakku sehingga terbentuklah sebuah bahan informasi yang berhubungan satu sama lain. Beberapa data yang masih kurang lengkap kelengkapan data kucatat dalam jurnal kerjaku. Mungkin-tidak data kuperoleh yang kuperlukan juga kucatat. Beberapa langkah alternatif untuk dirilis
Jangan-jangan-jangan-jangan-jangan. Dengan meminta keamanan mungkin berdasarkan data yang ada dan catatanku, aku mulai membuat rencana kerja. Setiap baris rencana yang akan ditampilkan, langkah-langkah kerja yang akan kulakukan.
Setiap hal penting yang muncul dari bayanganku kutulis dalam jurnal. Kubaca lagi rencana kerja yang telah selesai kucatat, lalu kurangkai hubungan
Setiap langkah rencana kerja dan kubuat skemanya. Seusai mengulang dan mengubahnya hingga cukup, kuhentikan kegiatanku tersebut. Tak terasa waktu menunjukkan pukul 5.42 pagi. Konsentrasi tinggi serta posisi duduk dan letak meja di dalam penginapan yang sebenarnya tidak ideal untuk dipakai kerja membuat leherku terasa pegal. Selesai mengemasi semua file dan catatan, kucoba dibuka dan memutar-mutar kepala untuk melemaskan otot leher dan punggung. Kukenakan jaketku dan keluar dari kamar mencari hawa segar. Di teras kamar aku melakukan peregangan selama beberapa menit. Kucoba berputar-putar di sekitar teras. Merasa bosan, kuambil rokokku yang selalu tersedia di saku jaket dan kusulut sebatang rokok. Setengah dari rokoknya telah selesai dikompilasi Iswani keluar dari pintu kamar dengan menggunakan kaos oblong besar dan celana pendek sebatas paha. "Sudah ngopi, Tok?", Tanyanya. Aku menggelengkan kepala saja dan diselesaikan merokok. “Tumben Tok, tidurmu
Sementara, bangunmu pagi sekali ya, aku sempat melihatmu sibuk tapi masih ngantuk jadi aku pilih tidur lagi aja dari membantumu ”, komentarnya. “Mbak sudah benar, jika Mbak bangun dan membantuku, bisa-bisa tambah kacau”, kataku sambil memperbaiki pekerjaan yang akan kuhadapi besok.
“Mmm .. gitu ya, jangan harap aku mau membatumu lagi ya”, katanya dengan nada bergurau. "Ke kafetaria yuk", ajakku dengan tak menghiraukan gurauannya. Beberapa tamu penginapan yang ada di kafetaria menoleh ke arah Iswani kompilasi kami datang kafetaria penginapan. Pura-pura tidak tahu gelagat para pria yang sedang menaksirnya, Iswani mengajakku duduk di meja paling atas. Aku masih cuek dengan keadaan sekelilingku tapi Iswani agak gelisah dan mengeluhkan ajakanku ke kafetaria. Setelah memesan sarapan, Iswani mulai membuka percakapan, tetapi karena berpikiranku masih di pekerjaan maka saya hanya berbicara sedikit. “Kenapa sih kamu Tok banyak kok diam? nggak seperti biasanya ”, tanya Iswani. "Nggak apa- apa Mbak, cuma mikir kerjaan pergi ”, jawabku santai. “Buat apa dipikir sekarang, kan masih besok?”, Tanyanya lagi. “Daripada nggak ada yangkupikir ”, jawabku. “Kenapa nggak mikir aku saja?”, Tanyanya dengan senyum genit . “Rugi!”, Jawabku singkat dengan bergurau tanpa kupikir akibatnya. Sebuah cubitan langsung menancap di tangan kiriku. “Aduh Mbak, sakit!”, Keluhku agak keras sehingga agak tampak dan menarik perhatian orang-orang yang mengunjungi kami. Mungkin karena malu Iswani segera melepaskan cubitannya.
“Tadi malam tangan kiri, sekarang kanan, Mbak kok suka sekali nyubit sih!”, Keluhku.
“Aku nggak rugi, kok”, jawabnya santai. “Enak saja, aku yang merugi Mbak, perusahaan tidak mengasuransikanku dari cubitan”, kataku serius.
Tak lama kemudian pesanan kami datang. “Tok, katamu kamu belum pernah punya pacar, benarkah?”, Tanyanya yang langsung kujawab dengan anggukan sambil minum kopi panas agar dingin. “Itu karena pikiranmu belum dewasa. Caramu berbicara dengan wanita asal saja tanpa pernah kamu pikirkan akibatnya. Kamu tidak akan bisa membuat wanita senang dengan cara ngobrolmu yang seperti itu. ”, Nasihat Iswani menyetujui.
“Lha terus kenapa Mbak mau nginap denganku padahal aku kan nggak ngajak”, tanyaku dengan suara berbisik. "Karena aku tahu itu kamu tipe playboy perayu. Aku suka pemuda seperti itu, cuman sering cuekmu sangat keterlaluan. Kamu sendiri kenapa mau? ”, jawabnya yang dilanjutkannya dengan pertanyaan. “Mana bisa aku menolak di bawah perlindungan cubitannya Mbak”, jawabku bergurau. “Uhh .. kamu nggak pernah bisa diajak serius”, keluhnya dengan muka masam . “Aku duarius Mbak, tidak serius lagi”, kataku ngotot yang hanya dibalas dengan senyumannya. "Mbak, pria yang duduk di sana ngelihatin Mbak terus, tampak naksir, mau kukenalkan Mbak", kataku sambil menghabiskan roti bakarku. "Memangnya kamu sudah kenal, Tok?", Tanyanya. “Nanti setelah Mbak kukenalkan, ganti Mbak kenalkan SAYA ”, jawabku sambil meneguk kopiku yang masih panas dengan hati-hati. "Kamu jangan macam-macam, Tok!", Ancamnya memasok yang lagi menikmati rokok.
“Tampangnya sih oke tapi pria suka itu cuma mau menangnya sendiri suka pakai suamiku yang pertama”, sambungnya. “Terus yang mengantar
Mbak ke bus di Balikpapan, suami yang berapa kali? ”, Tanyaku halus. “Dia yang kedua, tapi aku juga cuma istri yang ada, istri yang ada di
Jakarta dan mungkin tak tahu tentang aku. Aku ke Banjarmasin ini juga karena dia mau keluar istri dan pulang di Jakarta ”, jawabnya pelan “Kenapa Mbak mau dimadu?”, Tanyaku tambah penasaran. “Daripada hidup menjanda, jadi istri muda yang sering ditinggal suami saja suka ini saja sudah susah menunggu jadi janda kembang ”, jawabnya puas. “Eh Mbak, jangan besar kepala dulu, iya kalau kembang mawar atau melati, jika kembang kamboja yang seperti di makam-makam, bagaimana? Pasti yang tertarik adalah golongan hantu-hantu, hehehe .. ”, gurauku mengubah raut muka sedihnya menjadi pulih. "Iya, terus akan kusuruh hantu-hantu itu nyubitin seluruh tubuhmu tidak tersisa", balasnya dengan senyum kemenangan. "Sudah Tok, ayo kembali ke kamar!", Ajaknya. Sesampai di kamar aku duduk termenung oleh pikiran pekerjaan diatas tempat tidur Iswani yang lebih dekat dengan pintu kamar daripada ranjangku. Sementara itu Iswani melepas pakaiannya hingga tinggal ber-BH dan celana sambil mengambil handuk kering dari tasnya. “Melamun apa Tok”, tanya Iswani. Berusaha melintasi pikiranku kujawab seadanya,
“Ah nggak melamun kok, cuma membayangkan rasanya dicubit hantu seperti yang Mbak tadi katakan” “Pingin tahu rasanya?”, Tanyanya dengan senyum santai dan menuju ke arahku. Duduk tepat didepan tangan Iswani sudah mulai merapat dengan tubuhku. Mengantisipasi cubitannya yang menyakitkan, kedua melepaskan kutangkap dengan cepat. “Mbak, jangan nyubit lagi Mbak, ampun Mbak ..”, katau meminta belas kasihannya. “Tidak Tok, ini pasti kamu suka, percaya deh ..”, katanya meyakinkan. Meski masih ragu tapi pegangan tanganku sudah mengendor dan tangan Iswani telah mencapai bagian depan celanaku, usapan-usapannya yang halus diatas permukaan celana terasa sampai permukaan kulit guaku.
Raguku benar-benar hilang dan dipindahkan semakin bebas bergerak. Dengan mata terpejam, kurasakan usapan diubah berubah menjadi remasan yang menghanyutkan dan membuat batang obligasi semakin menonjol Dengan demikian merta ditariknya celana pendek dan celana pendek Iswani membungkukkan badan dan mendekatkan bibirnya pada ujung batang bertemuku.
Kubelalakkan mataku kompilasi bibirnya benar-benar berhasil ujung batang kontolku. Ciuman basah berimbuh kuluman yang membuatku mendesah, “Ah .. Mbak .. Mbak ..”. Dalam hitungan menit aku menghitung kejutan kenikmatan. Seusai kesadaranku, berangsur pulih, tanganku segera, beraksi, membuka, BHnya, dan mengusap-usap kembalinya. Dengan membungkukkan badan kuraih kedua pantatnya yang masih dilindungi celana dalam, lalu kuremas dengan kedua tanganku. Merasa kerepotan membungkukkan badan, tubuhku kembali kuluruskan. Kemudian tempurung lutut kananku dengan sengaja kugesekkan pada selakangannya.
Gesekkan tempurung lutut pada bagian depan celana terbukti sangat merangsangnya hingga terlepas kuluman pada ujung batang ritualku. Sibuk mengimbangi gesekkan tempurung lutut, Iswani hanya memegang erat batang kemaluanku. Karena tak sabar lagi ditunda keinginan untuk menikmati rangsangan yang lebih dari gesekkan tempurung kakiku pada daerah pertarungannya yang masih dibalut celana dalam, ia menegakkan kembali badannya. Dalam posisi berjongkok, ia berhasil melepaskan celana dalam . Saat celana mencoba yang mencoba dilepaskannya sampai pada lutut, masih pada posisinya jongkok yang hampir tak berubah.
Aku segera membuat gerakan menyelam kebawah selundurnya, membalikkan tubuhku dan mendongkak keatas untuk menempelkan bibirku pada daerah kemenangannya. Kedua tanganku turut andil dengan segera menarik kedua pinggulnya agar liang kenikmatannya dapat segera kuterobos dengan juluran lidahku. Rupanya Iswani punya pikiran yang sama denganku. Kedua ditarik mulai ditarik kebelakang, selundurnya menindih mulutku, bibir dan lidahkupun makin berpolah diseluruh bagian kontolnya. Posisi Iswani yang lebih tinggi dari tubuhku segera dimanfaatkan untuknya kembali bermain dengan batang kemaluanku. Mengimbangi rangsangan yang kuberikan pada daerah pemilunya, Iswani mengulum batang ritualku. Selama beberapa menit kami berdua saling memberi dan menerima rangsangan dengan aksi 69 seperti yang pernah kuingat dalam beberapa cerita temanku sebelumnya. Iswani mundur babak menarik dengan menarik, berbaring terlentang sambil menarik tanganku memberi tanda untuk segera menindihnya dan memasukkan batangku pada liang kenikmatannya. Tapi kali ini aku ingin bereksperimen. Kubaringkan badanku disebelah kirinya dan kuhadapkan tubuhku kearahnya. Kaki kirinya kuangkat sedikit keatas dan kuletakkan diatas pinggulku jadi batang kemaluanku yang telah mengeras dapat masuk dengan posisi miring. Setelah agak nyaman, kuberi pinggulku
Mendorong maju-mundur yang semakin cepat. Cerita Sex Cinta Satu Malam
Tangan kiriku yang bebas meremas kedua payudaranya berganti. Berbaring nyaman, tubuh Iswani mulai bergoyang seirama dengan gerakanku.
Seiring dengan berjalannya goyangan, Iswani mendesah-desah, “Ssh .. ssh .. Tok, mmh ..”. Kuperlambat gerakanku untuk memperpanjang babak ini.
Kudorong sisi kiri tubuh Iswani sehingga membelakangiku dan sama-sama menghadap kesamping kanan. Kurapatkan dadaku pada punggunya hingga bergesek. Kudorong lebih dalam batang kemenanganku dalam kenikmatan liang, lalu kugerakkan pinggulku maju mundur. Kedua tanganku memegang kedua payudaranya dari belakang badannya. Kucumbu tengkuk kirinya dan sesekali kukulum telinga kirinya. Beberapa saat kemudian tubuh Iswani bergetar sepanjang dengan klimkaksnya. Getaran klimaksnya seakan menghanyutkan pertahananku hingga akhirnya puncak ledakanku tak bisa kutahan lagi. Kepuasan yang kuperoleh mengantarkanku pada dunia mimpi. Formula tertidur selama beberapa jam akhirnya aku terbangun oleh suara ketukan pintu. Setelah kukenakan celana pendek kubuka pintu, ternyata yang dihadapiku adalah Iswani yang telah kembali kekamar setelah keluar kemana dan berapa lama. “Ya ampun Tok, kamu baru bangun!”, Teriak Iswani. "Hmm .. emangnya kenapa Mbak?", tanyaku “Sudah jam berapa ini? Hampir jam 3 sore tahu! ”, Tanyanya yang kemudian dijawabnya sendiri dengan memilih jam diangkat.
Tanpa komentar sedikitpun aku meninggalkannya menuju kamar mandi sambil membawa pakaian ganti yang telah kuambil dari dalam tasku. Seusai kamar mandi dan mengenakan pakaian saya keluar dari kamar mandi. Kulihat Iswani duduk didepan meja dan mengeluarkan bungkusan yang berisi beberapa roti yang basah diatas meja. “Kamu sudah makan Tok? Pasti belum, kalau tidur kamu kok kuat sekali! ”, omelnya. "Mbak, boleh minta rotinya!", kataku dengan halus. "Makan aja, kalau tahu kamu baru bangun sudah kubelikan makan tadi", katanya. Setelah dikonsumsi 3 potong roti, aku bertanya Senang, "Dari mana saja Mbak kok bisa roti enak?" "Tadi aku silaturahmi ke tempat saudara-saudara dan pulangnya dibawain ini", jawabnya. "Oh ya Tok, karena besok Kamu sudah mulai bekerja, nanti malam aku akan menginap di Banjar Baru agar tidak mengganggumu. Sekalian saja aku pamitan padamu jika dalam beberapa hari kedepan kita tak bisa ketemu lagi. Ini notanya kamar sudah saya bayar sampai malam ini, jadi sore kalau kamu keluar dari sini, jangan kamu membayar lagi, tetapi jika kamu mau menerima lagi, ya. Terima kasih banyak ya mau menemanin aku. ”, Kata Iswani dan mencium pipiku . Terkejut oleh ucapannya yang panjang dan mengagetkan aku hanya memuji "Terima kasih banyak, Mbak".
Kemudian Iswani meninggalkan penginapan sementara saya hanya dapat termenung. Tiba-tiba aku merasakan rasa kesepian menyelinap masuk ke dalam hatiku padahal sejak lama aku suka bepergian jauh dari dirimu sendiri dengan jangka waktu yang lebih lama dari ini, tapi kali ini
0 Comments